Cerpen JAWA POS kategori Pelajar 28 Juli 2008 04.42


[ Senin, 28 Juli 2008 ]
Impian Besar Sumirah
Oleh Yoyok Hariyanto








Sumirah masih saja diam, menatap tajam bulan keemasan yang cahayanya menyiram segala penjuru Desa Watu Itheng. Sebuah desa paling timur di Kecamatan Pulung. Desa itu bernaung jauh dari keramaian Kota Ponorogo, yang moncer oleh seni reog. Desa yang masih asing tersentuh oleh pembangunan. Desa yang masih kental menjunjung tradisi animisme dan dinamisme. Walaupun sebenarnya, masyarakatnya sudah mengenal dan memeluk agama Islam. Desa yang seakan terlupakan. Terlupakan oleh kemegahan dan kemajuan zaman.

Malam itu, cahaya bulan hinggap di atas lembaran-lembaran daun dan celah ranting pohon cengkih. Pohon yang menyembunyikan Watu Itheng jika dilihat dari kejauhan. Pohon penunggu Watu Itheng yang setia. Di bibir jendela kamar, Sumirah melemparkan tatapan mata dari bulan ke kunang-kunang yang bertebaran di sekeliling rumahnya. Rumah yang sebagian dindingnya terbuat dari glugu, sebagian lagi gedhek. Kunang-kunang itu menari-nari diiringi orkestra musik merdu yang mencengangkan pendengaran dan tata lampu yang membius penglihatan. Orkestra musik suara serangga-serangga malam dan tata lampu alami cahaya bulan purnama. Berjuta kunang-kunang itu seakan berusaha menghibur hati Sumirah yang sedang gundah.

Sumirah termenung. Matanya yang bulat mulai jernih dan berkaca, meneteskan butiran-butiran air mata kecil, kemudian mengalir semakin deras. Melewati pipinya yang hitam berminyak, lalu ke dagunya yang mungil. Menetes membasahi lantai kamarnya yang sepenuhnya tanah, kering, dan berdebu. Namun, sangat lembap di musim penghujan.

Sumirah terpaut memikirkan nasib yang menimpanya. Nasib buruk yang menggadaikan masa remajanya. Keinginannya untuk melanjutkan sekolah ke SMU harus dia kubur dalam-dalam. Terkubur bersama dalamnya akar pohon cengkih di tanah Watu Itheng. Ada sesuatu hal yang mengurung keinginannya itu. Apalagi impiannya untuk menjadi sarjana sudah tak mungkin lagi. Terpaksa keiginan tersebut harus dia gugurkan. Gugur seiring daun kering preng kuning yang kerap rontok mengotori genting rumahnya. Lalu, sesekali terlihat burung gelatik membawa terbang daun kering itu untuk membuat sarang di atas celah pinus ireng yang menjulang tinggi.

Kehidupan ekonomi di desa memang tak selamanya menentu. Masyarakat dihadapkan pada dua pilihan yang sangat mencekik. Hal itulah yang menjadi kendala impian Sumirah. Tetap hidup di desa dengan segala kemiskinan dan keterpurukannya atau bekerja merantau ke negeri orang sebagai TKW atau TKI. Begitulah tradisi yang berlaku bagi gadis seusianya. Mereka harus rela menggadaikan masa remaja demi menyulap kehidupan. Menyulap kemiskinan. Sementara itu, keberhasilan wanita-wanita Desa Alas Cendhek yang bekerja sebagai TKW cukup memengaruhi wanita Watu Itheng untuk mengikuti jejaknya. Ditambah lagi, para calo TKW sudah menjalar di desa itu. TKW seakan dianggap sebagai sebuah tradisi.

***

Malam bergulir menjadi pagi. Cahaya fajar dan kabut putih merambahi desa yang seolah sisa dinginnya malam lenyap berganti hangat tersiram sinar mentari pagi. Seperti biasanya, Sumirah bergegas mengambil seikat sapu lidi, kemudian setengah lari menuju halaman rumah. Membersihkan daun-daun kering yang mengotori halamannya itu.

"Inikah hukuman yang menimpa desa ini? Kemiskinan semakin terpuruk. Apakah ini akibat penduduknya kurang mengenal-Mu, Tuhan?" pikir Sumirah ketika sejenak terhenti dari ayunan sapunya.

"Sum... Sumirah, Sum.....!"

Lamunan Sumirah seketika putus, kemudian menolehkan arah matanya pada sumber suara yang memanggil namanya. Dari kejauhan, di balik titik-titik embun pagi, tampak Marmi sedang berlari kecil menuju tempat Sumirah berpijak.

"Sum, rajin bener we," sapa Marmi memulai pembicaraan dengan setengah terputus-putus karena kehabisan tenaga setelah berlari.

''Ah, biasa saja, Mar. Ada apa kok seperti ono sing penting?"

''Itu Sum, teman-teman kita di SMP Pulung dulu sudah habis, Minah, Parmiaten, Minten, Ratna, Kitri, bahkan temanmu sebangku dulu, Jumayah, sekarang sudah di kota. Katanya, sepasar lagi terbang ke Arab. Tepatnya, Kemis legi depan. Ya, kata orang tua dulu Kamis yang jatuh pada hitungan legi merupakan hari baik untuk memulai usaha. Tepatnya disebut lawang rezeki".

''Mengapa to mereka harus menjadi TKW ke Arab, Abu Dabhi, kalau keselamatan dipertaruhkan? Lihat saja Bulek Ndari tahun lalu pulang dengan membawa anak, lalu Mbak Tumi yang baru sebulan di Arab langsung dipulangkan akibat dianiaya majikannya, apa itu yang dikatakan perlindungan?" sahut Sumirah setengah marah, seketika keningnya ikut mengerut.

"Ya, aku sih tak tahu Sum. Tetapi, apa lagi yang harus kita perbuat, apa kita harus tetap di desa dengan segala kemiskinan kita? Kau kan juga tahu Sum, biaya sekolah sekarang mahal. Aku tahu dari Novianti. Dia kan teman kita satu-satunya yang melanjutkan sekolah ke kota. Ya, mungkin lantaran dia anak Pak Lurah Lenjeng. Katanya, harus membayar dua juta, berapa lebihnya sih kurang jelas. Katanya juga buat otonomi komite sekolah begitu. Orang kecil seperti kita mana sanggup. Apalagi panen cengkih juga tak seberapa. Memangnya otonomi karo komite sekolah itu opo to Sum?"

Sumirah hanya menggeleng. Diam. Diam begitu lama.

"Ah, terserah padamu Sum, aku sudah didaftarkan simbokku pada Pak Prayitno, itu penyalur TKW di Alas Cendhek. Aku terserah saja Sum pada hidup ini. Mungkin inilah takdir, nasib, nasib jadi orang cilik. Toh, dadi wong urip iku kudu biso nerimo, syukur karo sing gawe urip. Kehidupan yang bagaimanapun pasti akan musnah, Sum. Ora ono sing adiluhung. Tak ada yang abadi. Tak terkecuali kehidupan kita. Kekayaan, kemiskinan itu sudah ada yang mengatur. Aku pasrah Sum," sudut Marmi dengan tatapan kosong.

***

Pernyataan Marmi semakin membuat hati Sumirah tercengang penuh cemas. Akankah teman-temannya akan menganut tradisi itu? Tradisi yang berujung pada hasil yang tak pasti. Seperti seekor semut hitam di atas batu hitam di malam hari yang gelap gulita. Sangat sulit dilihat. Sulit pula ditebak. Sumirah takut kekhawatiran yang dia rasakan akan terjadi.

Sumirah bertanya-tanya. Apakah tradisi TKW akan tetap mereka anut selamanya? Apakah desanya akan tetap begini selamanya? Apakah anak remaja seusianya akan bernasib sama seperti anak remaja Watu Itheng atau Alas Cendhek? Remaja yang seakan terkurung di dalam sangkar tradisi. Budaya yang menjerat sayap cita dan asa sang remaja untuk terbang. Terbang mewujudkan cita dan harapan.

Begitu lama Sumirah berpikir dan diam. Seketika muncul cahaya harapan di lubuk sanubarinya. Kecemasan lenyap bagai terserang bom atom yang menghancurkan segala kecemasan itu menjadi keping-keping harapan. Dalam hati Sumirah berdesis, "Aku harus bangkit. Bangkit dari segala tradisi buruk yang mengikatku. Aku ingin melanjutkan sekolah, bukan menjadi TKW. Akan kusampaikan pada pohon cengkih dan preng kuning yang seakan kesepian ini bahwa aku ingin kembali. Kembali menjadi remaja yang dapat menggantungkan cita dan harapan pada hari ke depan. Aku harus menebarkan cahaya kemajuan di desaku ini. Entah apa yang kulakukan esok. Yang terpenting adalah menentukan jalan hidupku terlebih dahulu".

Senja datang memeluk erat malam. Angin bersemilir mengelilingi tubuh Sumirah. Angin itu seakan mengubah pola pikirnya. Dia sadar bahwa hidupnya tidak sebatas ditentukan tradisi. Jalan hidupnya hanya ditentukan oleh dirinya sendiri dan tentu saja atas kehendak Tuhan.

Sumirah tak sabar menunggu fajar merambahi desanya esok pagi. Seiring itu, dia ayunkan langkah baru bersama mentari esok pagi. Di atas langit-langit rumahnya, dia menuliskan asa dengan tinta harapan.

"Akulah Sumirah. Gadis desa yang akan menyalakan cahaya kemajuan di desa ini. Tradisi tak dapat mengurung cita dan asaku. Aku ingin berlari sekencang angin. Angin yang membawa jalan kehidupanku. Tersenyum riang menyongsong masa depan. Memburu cita seperti layaknya teman-temanku yang lain di seluruh dunia."

Penulis adalah siswa SMAN 1 Ponorogo


Copyright @2008 IT Dept. JawaPos
Jl. Ahmad Yani 88, Surabaya 60234 Jawa Timur - Indonesia
Phone. (031) 8283333 (Hunting), Fax. (031) 8285555

1 komentar:

Unknown mengatakan...

unsur intrinsik dan ekstrinsik nya tolong dibuat.

Posting Komentar